MENGENAL SUKU MUNA


NAMA: LA ODE  RAHMAT PUTRA RUSTAMAN
NPM: 54412151
KELAS: 1IA03

MENGENAL SUKU MUNA

SULAWESI TENGGARA

FOR-WUNA 

ASAL USUL
Pulau Muna dan Kisah Epik “I La Galigo”
Dalam sejarah Pulau Muna yang dikenal sebagai Tanah Wuna. Jules Couvreur, seorang peneliti Belanda (1933-1935) menulis dalam jurnalnya secara mendalam tentang sejarah kerajaan Wuna yang ada hubungannya dengan Buton.
Karyanya Couvreur kemudian dipublikasikan oleh Dr. Renevan Den Berg, seorang profesor linguistik dan peneliti bahasa Muna dari Darwin, Australia. Rene menerjemahkan jurnal tersebut ketika Couvreur meninggaldi Den Haag tahun 1971 dalam usia 70 tahun.
Menurut Couvreur, ‘Wuna’ dalam bahasa Muna berarti ‘bunga‘, Disebut begitu karena tidak jauh dari Kota Wuna itu terdapat sebuah bukit batu karang yang menyerupai bunga. Tebing ini disebut ‘bahutara‘ atau ‘bahtera‘ yang berarti perahu besar atau sebuah bahtera. Bahtera ini dikaitkan dengan Sawerigading yaitu tokoh karakter dalam kisah epik legendaris “I La Galigo”.
I La Galigo” adalah kisah epik terpanjang di dunia sekaligus lebih tua dari “Mahabharata”. Bahasa dalam epik legendaris ini adalah bahasa Bugis kuno. Sawerigading merupakan asli rakyat Wuna dan ayah dari La Galigo yang merupakan tokoh utama dalam epik “I La Galigo”. Meskipun Sawerigading dan La Galigo tidak pernah menjadi raja tetapi mereka berdua digambarkan sebagai petualang, pengembara, kapten kapal, dan pahlawan yang tak terkalahkan. Salah satu putra I La Galigo itu, La Tenritatta, pernah menjadi raja di Luwu, Sulawesi Selatan.
Dalam epik “I La Galigo”Sawerigading dan I La Galigo digambarkan sebagai penakluk binatang besar dimana orang-orang pada umumnya di pulau Muna menjadikan adu kuda sebagai tradisi yang senantiasa dihidupkan. Menurut cerita bahwa orang yang datang ke Muna tidak bisa berjalan tegak dan dilarang berkuda. Kuda, rusa, dan anoa merupakan hewan endemik Sulawesi dan hanya bisa ditunggangi oleh raja-raja di wilayah tersebut.
Seperti dijelaskan Couvreur bahwa Kerajaan Wuna tidak pernah didirikan secara resmi sampai raja yang ke-7, La Kila Ponto (1538-1541) membangun benteng mengelilingi kerajaan dengan panjang 8 km, tinggi 4 meter, dan lebar 3 meter. La Kila Ponto kemudian diresmikan sebagai raja Buton dan Wuna diserahkan ke La Posasu, adik La Kila Ponto.
Saat ini, benteng yang mengelilingi kerajaan tersebut masih berdiri berpadu bersama masjid agung bergaya rumah Buton. Masjid tersebut dibangun pada 1712, kemudian direnovasi pada 1933 oleh La Ode Dika, salah satu raja Muna (1930-1938). La Ode Dika menerima bantuan dari Jules Couvreur untuk mengembangkan masjid tersebut. La Ode Dika dijuluki oleh Couvreur sebagai‘Komasigino’ atau ‘pendiri masjid‘. La Ode Dika memiliki 14 anak dan beberapa dari mereka menjadi beberapa pemimpin lokal Sulawesi Tenggara.
ADAT DAN BUDAYA

Makna Simbolik Dalam Tradisi Karia Pada Masyarakat Muna
 
Tradisi karia dianggap sebagai upacara yang paling penting bagi anak perempuan di Kabupaten Muna ketika memasuki usia dewasa. Dalam pelaksanaan tradisi karia ini banyak simbol-simbol di dalamnya yang mengandung makna. Namun, fenomena yang terjadi sekarang, sebagian besar masyarakat Muna khususnya para remaja perempuan tidak mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi karia tersebut.  Hasil penelitian menunjukan bahwa tahapan dalam proses tradsi karia pada masyarakat Muna terdiri dari 3 tahap yaitu, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, panitia yang telah dibentuk menyiapkan segala kebutuhan yang akan dipakai pada saat pelaksanaan tradisi karia, diantaranya kaalano oe sokaghombo, kaalano bhansano bhea,. Pada tahap pelaksanaan terdapat beberapa prosesi, yaitu: kafoluku, kaghombo, kabhansule, kabhalengka, kabhindu, kafosampu, katandano wite, tari linda, kabasano dhoa salama, dan kahapui dan tahap akhir tradsi karia dilakukan kafolantono bhansa/kaghorono bhansa di sungai. Makna yang terdapat dalam proses tradisi karia adalah mensucikan diri bagi perempuan dan sebagai salah satu media dalam mendidik perempuan yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, masyarakat dan negara. Kata kunci : Makna, Simbol, Tradisi Karia dan Masyarakat Muna

KESENIAN

Pogiraha Adhara ( Adu Kuda ) di Pulau Muna


Keindahan bawah laut Wakatobi telah memukau banyak petualang. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa pesona budaya di atas daratannya juga tak kalah memukau. Salah satunya yang patut dilihat adalah atraksi di Raha, ibu kota Pulau Muna. Pulau Muna adalah sebuah pulau di lepas panti Sulawesi Tenggara.  Temukan di sini atraksi adu kuda tradisional yang dapat mengimbangi kepuasan nikmatnya keindahan bawah laut Wakatobi.
Masyarakat Muna mengenal adu kuda ini dengan sebutan Pogeraha Adara. Tradisi ini menggambarkan betapa kuda begitu penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Bisa jadi karena tradisi inilah pula kemudian Pulau Muna dikenal sebagai Pulau Kuda.  Salah satu yang kental dengan penamaan ini adalah penduduk Desa Lathugo di Kecamatan Lawa yang masih melestarikan Pogeraha Adara. Sehari-hari pun mereka banyak yang memakai kuda meski sarana transportasi sudah modern.
Setiap tahun sedikitnya 3 kali atraksi adu kuda digelar di lapangan terbuka Kecamatan Lawa, sekitar 20 km dari Raha. Acara ini biasanya digelar setiap HUT Kemerdekaan RI, Hari Raya Id Fitri, dan Id Adha. Kecuali itu Anda dapat menemukannya di Desa Lathugo, Kecamatan Lawa, karena di sini adu kuda diselenggarakan tiap bulan.
Saatnya Anda mencicipi pengalaman budaya yang berbeda, unik, dan menarik dalam Pogeraha Adaradi Pulau Muna
Atraksi ini adalah peninggalan raja-raja Muna. Awalnya pertunjukan adu kuda ini dimaksudkan sebagai penghormatan raja kepada tamu-tamu penting yang datang dari Pulau Jawa atau daerah lain. Sekarang, atraksi ini secara rutin digelar bertepatan pada hari-hari besar. Makna Pogeraha Adara mencerminkan kekuatan dan keuletan dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan sekalipun harus
Atraksi Pogeraha Adara dimulai dengan menampilkan kuda-kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan yang berbadan besar dan beringas. Di tempat lain, dimunculkan seekor kuda jantan dengan ukuran fisik sama besar. Kuda jantan itu akan berusaha mendekatkan dirinya ke kuda-kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan tadi. Akibatnya kuda jantan yang memimpin sejumlah kuda betina akan terpancing marah saat melihat kuda jantan asing mendekati kawanan kuda betinanya. Kedua kuda jantan sama besar ini telah dibuat gelisah dan saling iri satu sama lain hingga akhirnya bertarung. Siapa yang keluar sebagai pemenang maka akan mendapatkan kuda betina.
Kuda yang diadu adalah kuda jantan liar dari alam bebas. Uniknya, untuk menangkap kuda jantan liar tersebut tidak memakai laso tetapi seorang meintarano (pawang kuda) akan menirukan suara kuda betina sebagai pemancing. Jika kuda jantan mendekat maka sang meintarano tinggal menangkapnya. Kuda yang ditangkap kemudian dijinakan dan dilatih di sebuah lapangan dengan mengelus-elus hidung, telinga, hingga ke punggung kuda. Kuda yang diadukan tersebut khusus dipelihara memang untuk perkelahian.
Setelah perkelahian maka luka-luka  di badan kuda akan diobati dengan gerusan campuran karbon dari baterai bekas dan minyak tanah. Obat ini dipercaya mencegah infeksi dan luka akan cepat mengering. Setelah sembuh kuda aduan itu akan dilepaskan kembali ke alam bebas untuk kemudian suatu hari mungkin ditangkap kembali untuk memenuhi naluri purba rakyat Pulau Kuda.


PARIWISATA
NAPABALE, DANAU AIR ASIN DENGAN TEROWONGAN ALAM MENUJU LAUT


Napabale adalah danau air asin terletak diantara desa korihi dan desa lohia sektar lima belas kilo meter dari Kota Raha, Ibu Kota Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi tenggara.Air danau sedalam satu setengah meter bila air laut surut dan 4 meter bila pasang.Airnya amat jernih berwarna kehijauan. Napabale berasal dua suku kata yaitu napa dan bale yang kalau diartikan secara lengkap adalah Pelabuhan dan tempat orang mengambil daun pandan muda yang memang nanyak tumbuh disekitar danau tersebut.
            Danau Napabale berada diantara dinding-dingding bukit batu kapur dan dihubungkan dengan terowongan sepanjang lebih dari tiga puluh meter dan lebar sembilan meter ini menjadi jalur tetap para nelayan saat akan berangkat dan pulang melaut.
Konon pada abad kelima belas seorang gadis yang amat cantik di dalam terowongan ini, tanpa diketahui asal usulnya berlabuh ditempat ini dengan menumpang sebuah loyang, gadis itu kemudian dikenal sebagai sangke Palangga yang artinya orang yang menumpang loyang. Pada saat yang sama di Kota Muna ditemukan seorang lelaki tampan yang muncul dari rumpun bambu yang kemudian diberi nama beteno ne tobula yang artinya yang muncul dari bambu atau lebih dikenal dengan nama baizul Zaman.
Karena kehadiran kedua manusia tersebut dianggap aneh maka oleh tetua di Kota Muna diputuskan untuk memingit keduanya selama 7 hari. Sekeluarnya dari pingitan ternyata diketahui kalau sangke palangga telah hamil tua dan tidak lama lagi akan melahirkan.
Dan betapa terkejutnya para tetua masyarakat ketika Beteno Netombula mengakui kalau sangke palangga adalah istrinya yang dikawininya secara gaib, sedangkan bayI yang dikandungan Sangke Palangga adalah anaknya. Menurut cerita Beteno ne Tombula, Sangka Palangga adalah putri raja Luwuk yang dibuang orang tuannya karena hamil diluar nikah dan suaminya tidak diketahui. Beteno netombula alias baizul Zaman dengan kesaktiannya kemudian menyusul istrinya dan pertemuan mereka Pulau Muna seperti cerita diatas.
Karena kehadiran Beteno Ne Tombula dan Sangke Palangga dianggap mistik sehingga dan sudah menjadi takdir dari Yang Maha Kuasa, maka keduannya di nobatkan sebagai pemimpin ternggi di lingkungan komuntas masyarakat Muna. Beteno Ne Tombula yang dipercaya sebagai pemimpn tertinggi, kemudian menata administrasi organisasi dengan prinsip-prinsi pemerintahan yang moderen dan Beteno netombula alias Baizul Zaman sebagai sebagai Raja Pertama.
Beberapa kilometer dari napabale, ada sebuah situs purba yang terletak di ketinggan bukit. Kapur .Untuk menuju ketempat ini dibutuhkan usaha dan fisik yang kuat. Jalan setapak sepanjang lima kilo meter, tebing-tebing curam dan pucuk-pucuk karang yang tajam menjadi tantangan, yang menggeltik untuk dicoba.
Diatas sana, pada ketinggian dua ratus delapan puluh enam meter diatas permukaan laut, Gua Layang-layang tersembunyi dalam celah yang sepi.Gua yang menyerupa ceruk ini menyimpan lukisan karya manusia purba ribuan tahun lalu.
Napabale dan Gua prasejarah memang menarik. Namun orang Muna, perjalanan belum afdol, jika tidak mengunjungi Kota Muna tua. Yang di sebutkota Muna tua ini, hanyalah sebuah desa dilembah yang di kelilingi perbukitan.
Desa yang terkesan yang ditnggalkan ini, terletak sekitar tiga puluh kilo meter dari Kota raha, yang menjadi ibukota Kabupaten Muna sekarang. Seperti sebagian besar wilayah di pulau Muna, kota tua ini tidak memilki sumber mata air, sehingga tampak kering dan tanahnya merah.
Bicara Kota Muna tua, orang tidak bisa lepas dari cerita rakyat mengenai kapal Saweri Gading. Dari kentinggian Saweri Gading yang berada delaoan puluh meter dari atas tanah tersedia pemandangan indah dengan Kota Muna tua di kejauhan.
Bongkahan batu besar ini terdiri dari dua bagian yang dipercaya sebagai bekas palka yang satunya lagi bekas haluan. Dari atas terdapat jalan sempit yang menuju ke lorong-lorong di dalam batu, yang ternyata berongga. Orang Muna percaya, rongga yang terbagi-bagi atas beberapa ruang sempit itu, merupakan bekas kamar-kamar yang telah membatu.
Menurut cerita muna, kapal saweri Gading terdampar d tempat sekarang berada.Dikisahkan hanya ada tiga puluh orang awaknya yang selamat.Ketiga puluh orang ini dipercaya sebagai manusia pertama yang menghuni Pulau Muna.
Lima ratus meter dari kapal Saweri Gading,ada tiga bongkahan batu yang disebut Kontu Kowuna.Atau batu berbunga.Konon dari sinilah nama Kota Muna berasal.Muna semula berasal dari kata Wuna yang artinya bunga.
Seperti namanya,bongkahan batu padas ini memang dipenuhi oleh sejenis rumput berwarna putih tulang,sehinggah dari jauh bongkahan padas tersebut terkesan berbunga.
Konon dengan membawa bongkahan padas berumpt ini dan menyebut nama Kontu Kowuna,para prajurit ini pasti selamat dan selalu kembali.Kini setelah ratusan tahun berlalu ,orang Muna masih tetap mempercayai kesaktian Kontu Kowuna.
Banyak kisah indah di balik benda-benda diam ini.Terbawa oleh jaman,tanpa perubahan.Tersembunyi diantara sema dan dinding-dinding batu kapur Pulau Muna.Keindahan yang hanya dapat didekati oleh mereka,para penggali masa lalu.Petualang-petualang dengan rasa ingn tahu dan kemauan tang sama kuatnya.

Wisata Kuliner Khas Sulawesi Tenggara (K.A.B.U.T.O)
 
kabuto
Kabuto adalah makanan khas Masyarakat Muna dan Buton Kepulauan di Sulawesi Tenggara yang tergolong unik. Dan bukannya saudara kembar naruto,hehehe.. Dikatakan unik lantaran bahan dasar menu makanan yang mirip bahasa jepang itu adalah ubi kayu atau singkong yang telah dikeringkan dan dibiarkan berjamur. Semakin lama disimpan dalam keadaan kering maka akan makin enak rasa dan aroma makanan ini kala disantap. Apalagi bila dicampur kelapa parut dan ditambah menu ikan asin goreng sebagai lauknya.. tambah mantap.
Cara menyiapkan makanan inipun tergolong sangat praktis dan simpel. Singkong yang telah kering tadi dipotong-potong dan beri air secukupnya lalu dimasak sampai benar-benar matang selama kira-kira satu jam.
Sambil menunggu sang Kabuto benar-benar masak, kita bisa menyiapkan kelapa parut sebagai campuran utamanya. Bisa juga dengan menyiapkan ikan asin goreng sebagai pendamping atau lauk untuk makanan khas masyarakat Muna-Buton ini.
Dilihat dari kandungan gizinya, Kabuto termasuk makanan yang kandungan gizinya kurang. Hal ini disebabkan karena singkong kering memang bernilai gizi rendah.
Menu khas ini masih kita jumpai di desa-desa nelayan pesisir pantai Sulawesi Tenggara. Bisa jadi masyarakat masih mempertahankan makanan ini karena harganya yang tergolong sangat murah dan membuatnyapun sangat mudah. Mau coba?





Rumah Adat

Anjungan atau bangunan induk anjungan mengambil bentuk Istana Sultan Buton (disebut Malige) yang megah. Meskipun didirikan hanya dengan saling mengait, tanpa tali pengikat ataupun paku, bangunan ini dapat berdiri dengan dengan kokoh dan megah diatas sandi yang menjadi landasan dasarnya. Patung dua ekor kuda jantan yan sedang bertarung, pelengkap bangunan, menggambarkan tradisi mengadu kuda dari Pulau Muna yang digemari masyarakat Sulawesi Tenggara
Di Taman Mini Indonesia Indah, anjungan Sulawesi Tenggara terletak di sebelah tenggara arsipel, bersebelahan dengan anjungan Sulawesi Selatan serta berhadapan dengan istana anak-anak Indonesia. Dalam memperkenalkan daerahnya propinsi Sulawesi Tenggara menampilkan bangunan induk yang merupaka tiruan dari istana raja Buton yang disebut Malige.

Komentar

  1. sejarah indonesia kaya ragam . sebenarnya saya mencari seseorang yang sudah lama sekali tiada kabar . namanya : Ir.La ode bachrun kaloesa Se. berasal dari kampung raha .muna. usiamya saat ini sekitar 66 thn . pernah bekerja di jawa sebagai pegawai perhutani. punya keluarga dikampung raha denagan 3 tiga orang putra . jika bisa membantu menghubungkannya tolong hubungkan ke saya di 089623611906. terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbah qlowor kenalkan nama saya yusuf. saya pernah mendengar nama itu di jawa. kalau mau informasinnya anda bisa email saya. (laodemyusuf12@gmail.com). saya tunggu

      Hapus
    2. mbah qlowor kenalkan nama saya yusuf. saya pernah mendengar nama itu di jawa. kalau mau informasinnya anda bisa email saya. (laodemyusuf12@gmail.com). saya tunggu

      Hapus
    3. mbah qlowor kenalkan nama saya yusuf. saya pernah mendengar nama itu di jawa. kalau mau informasinnya anda bisa email saya. (laodemyusuf12@gmail.com). saya tunggu

      Hapus
  2. I love muna. Tanah kelahiranku

    BalasHapus
  3. Maju Terus Muna...

    Numpang Posting Sedikit (syamriaddhinata3.blogspot.com)

    BalasHapus
  4. Muna The Best,smoga smakin berkembang

    BalasHapus
  5. Muna The Best,smoga smakin berkembang

    BalasHapus
  6. Indonesia beragam suku, saya ingin mengenal lebih dalam lagi sejarah muna. Semoga di permudah 🙏🏻

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daftar Raja Muna

STRATEGIC MANAGEMENT (Wheelen and Hunger)